Wajah Desaku



Desaku yang indah entah kemana, Puter Sari yang  cantik dan Puter Lumbung  yang berdiri megah mulai sirna seiring waktu berlalu, seolah tidak ada yang perduli.

Cikeusik yang beriklim panas, daerah penuh dengan pasir dan debu, dengan pemandangan kompoy dumtruk,  tumpahan pasir di jalanan serta semburan debu seiring dumtruk ngebut ngejar ritasi yang tidak jarang menyebabkan kecelakaan, membuat warga nya teguh dalam pendirian dan keras dalam penyampaian pendapat. Begitulah wajah desaku saat ini, tertawakah mereka atau mengeluhkah mereka, dan apa yang mereka dapatkan dari semua itu ?

Bukan mutlak salah pengusaha pasir yang menggali pasir sebanyak-banyaknya untuk menutup modal usaha yang dikeluarkannya. Bahkan mereka mempunyai ijin yang resmi dari pihak yang berkepentingan, yang artinya mereka diwajibkan mengikuti peraturan yang menyertai ijin usaha yang dikantonginya. Bukan pula salah sopir dumtruk yang ngebut karena dikejar ritasi sehingga dia ngebut dan ugal-ugalan hingga kadang dia lupa pada nyawa diri sendiri apalagi nyawa orang lain. Mari kita sama sama mencoba memandang dari sudut pandang orang lain, jangan seperti kuda yang berkaca mata sehingga hanya berlari kedepan tanpa melihat kiri dan kanan.

Mari kita coba membuka diri, dengan adanya galian C di desa kita, berapa banyak warga desa yang ikut menikmati hasilnya sebagai buruh, tukang catat ritasi, tukang parkir, operator mesin berat, sopir, pedagang dan yang lainnya di lokasi tersebut ? Belum lagi penghasilan bagi warga yang tanahnya di sewa karena mengandung pasir atau sekedar dipergunakan untuk  jalan. Berapa banyak pemasukan kepada kas desa sehingga desa mempunyai PAD yang dapat membantu pembangunan desa, belum lagi dari sewa jalan yang menggunakan tanah desa, parkiran yang dikelola oleh desa dan lainnya. Semua itu menambah penghasilan bagi warga sekitar dan kas desa, memang tidak semua warga dapat merasakannya baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Dan mari kita tinjau dari sudut lainnya, bukit kita yang dulunya hijau dan rimbun penuh dengan pepohonan, yang merupakan serapan air dan produsen oksigen yang banyak kini mulai hilang. Sumur di desa mulai sering mengering karena bukit yang dulunya menyimpan serapan air kini telah tandus. Udara di desa mulai memanas karena sudah tidak ada lagi pepohonan yang lebat di bukit kita, jalanan penuh debu dan tumpahan pasir dari dumtruk membuat jananan licin karena berpasir atau kotor berlumpur saat datangnya hujan yang dapat menyebabkan kecelakaan di jalan. Belum lagi sopir dumtruk yang ugal-ugalan yang tak jarang menyebabkan kecelakaan. Bangunan di sekitar jalan mulai banyak yang retak karena getaran, atau cat rumah yang berubah warna karena debu, belum lagi paru-paru yang setiap hari disuguhi menu debu jalanan.

Mari kita timbang, timbanglah dengan logika dan rasa kita, namun mari kita putuskan dengan nurani kita. Karena dalam diri kita ada pikir – rasa dan nurani sebagai pengambil kebijakan.

SEMUA ORANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG DILAKUKANNYA
BAIK KEPADA SESAMA MANUSIA ATAU PUN KEPADA ALLAH SWT